Sepertinya informasi baru ditemukan tentang sesuatu setiap hari. Topik dan kata kunci% dari% tidak terkecuali. Jauhkan membaca lebih segar untuk mendapatkan berita tentang xbox cheat.
SEMARANG--MI: Pengamat yang juga Rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang Ahmad Rofiq menilai muktamirin (peserta muktamar) tidak akan mudah terpengaruh tarik-menarik kepentingan politis dalam pelaksanaan Muktamar Ke-32 Nahdlatul Ulama (NU) di Makassar.
"Tarik menarik kepentingan politis dalam setiap pelaksanaan Muktamar NU pasti selalu ada, mengingat NU adalah organisasi yang memiliki massa sangat besar. Namun, perlu diingat bahwa muktamirin tidak akan mudah terpengaruh," katanya, di Semarang, Jumat (26/3).
Menurut dia, muktamirin merupakan penentu keputusan yang diambil dalam muktamar dan mereka tentunya memiliki penilaian tersendiri terkait figur atau sosok yang dipercaya memimpin NU. "Muktamirin akan melihat siapa sosok yang dipandang mampu memimpin NU," katanya.
Ia mengatakan bahwa dirinya percaya muktamirin akan jeli melihat sosok yang memiliki kriteria tertentu, seperti bersikap alim, wira'i (hati-hati), menguasai ilmu fiqih, dan senior, yang dipercaya memimpin NU ke depan, baik untuk ketua tanfiziah maupun rais aam.
"Misalnya, mungkin saja ada calon yang diundang makan malam oleh pihak-pihak tertentu yang mengindikasikan adanya dukungan, sekaligus kompensasinya jika terpilih. Namun, muktamirin tidak akan mudah terpengaruh dengan upaya-upaya semacam itu," katanya.
Rofiq menjelaskan, NU adalah organisasi yang memiliki kader tersebar di berbagai partai politik atau organisasi massa. Oleh karena itu, tidak tepat jika NU terlibat dalam politik praktis yang akan menyulitkan kader yang memiliki aspirasi politik berbeda.
"Kalau NU ditarik untuk memihak parpol tertentu, misalnya, bagaimana dengan kader yang tergabung di parpol-parpol lain. Oleh karena itu, sudah sewajarnya NU menjauhkan diri dari politik praktis dan bersikap netral," kata mantan Wakil Ketua PWNU Jawa Tengah itu.
Nahdlatul Ulama, kata dia, harus dijaga sebagai jamiah yang menaungi para kadernya yang tersebar di berbagai parpol dan ormas. Ibaratnya, NU adalah kawah Candradimuka yang menggodok para kadernya, sedangkan persebaran kader tergantung minat masing-masing.
"Dengan cara itu NU akan menjadi besar karena para kader hanya menjadikan parpol atau organisasi lain yang diikutinya sebagai instrumen, bukan tujuan. Tujuan utamanya tetap untuk kepentingan NU," kata Rofiq yang juga Sekretaris Umum Majelis Ulama Astaga.com lifestyle on the net (MUI) Jateng.
Berkaitan dengan pengaruh pelaksanaan muktamar sepeninggal KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ia mengakui pengaruhnya pasti tetap ada. Namun nahdiyin hendaknya tidak bersikap melankolis dan membandingkan sosok-sosok lain dengan sosok Gus Dur.
"Kenyatannya kan Gus Dur memang sudah tiada. Karena itu, jangan membandingkan dengan sosok lain, misalnya, K.H. Sholahudin Wahid atau KH Hasyim Muzadi dengan Gus Dur. Setiap orang pasti memiliki era dan tantangan tersendiri, Gus Dur besar karena situasi saat itu membutuhkan sosok seperti itu," kata Rofiq. (Ant/OL-7)
SEMARANG--MI: Pengamat yang juga Rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang Ahmad Rofiq menilai muktamirin (peserta muktamar) tidak akan mudah terpengaruh tarik-menarik kepentingan politis dalam pelaksanaan Muktamar Ke-32 Nahdlatul Ulama (NU) di Makassar.
"Tarik menarik kepentingan politis dalam setiap pelaksanaan Muktamar NU pasti selalu ada, mengingat NU adalah organisasi yang memiliki massa sangat besar. Namun, perlu diingat bahwa muktamirin tidak akan mudah terpengaruh," katanya, di Semarang, Jumat (26/3).
Menurut dia, muktamirin merupakan penentu keputusan yang diambil dalam muktamar dan mereka tentunya memiliki penilaian tersendiri terkait figur atau sosok yang dipercaya memimpin NU. "Muktamirin akan melihat siapa sosok yang dipandang mampu memimpin NU," katanya.
Ia mengatakan bahwa dirinya percaya muktamirin akan jeli melihat sosok yang memiliki kriteria tertentu, seperti bersikap alim, wira'i (hati-hati), menguasai ilmu fiqih, dan senior, yang dipercaya memimpin NU ke depan, baik untuk ketua tanfiziah maupun rais aam.
"Misalnya, mungkin saja ada calon yang diundang makan malam oleh pihak-pihak tertentu yang mengindikasikan adanya dukungan, sekaligus kompensasinya jika terpilih. Namun, muktamirin tidak akan mudah terpengaruh dengan upaya-upaya semacam itu," katanya.
Rofiq menjelaskan, NU adalah organisasi yang memiliki kader tersebar di berbagai partai politik atau organisasi massa. Oleh karena itu, tidak tepat jika NU terlibat dalam politik praktis yang akan menyulitkan kader yang memiliki aspirasi politik berbeda.
"Kalau NU ditarik untuk memihak parpol tertentu, misalnya, bagaimana dengan kader yang tergabung di parpol-parpol lain. Oleh karena itu, sudah sewajarnya NU menjauhkan diri dari politik praktis dan bersikap netral," kata mantan Wakil Ketua PWNU Jawa Tengah itu.
Nahdlatul Ulama, kata dia, harus dijaga sebagai jamiah yang menaungi para kadernya yang tersebar di berbagai parpol dan ormas. Ibaratnya, NU adalah kawah Candradimuka yang menggodok para kadernya, sedangkan persebaran kader tergantung minat masing-masing.
"Dengan cara itu NU akan menjadi besar karena para kader hanya menjadikan parpol atau organisasi lain yang diikutinya sebagai instrumen, bukan tujuan. Tujuan utamanya tetap untuk kepentingan NU," kata Rofiq yang juga Sekretaris Umum Majelis Ulama Astaga.com lifestyle on the net (MUI) Jateng.
Berkaitan dengan pengaruh pelaksanaan muktamar sepeninggal KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ia mengakui pengaruhnya pasti tetap ada. Namun nahdiyin hendaknya tidak bersikap melankolis dan membandingkan sosok-sosok lain dengan sosok Gus Dur.
"Kenyatannya kan Gus Dur memang sudah tiada. Karena itu, jangan membandingkan dengan sosok lain, misalnya, K.H. Sholahudin Wahid atau KH Hasyim Muzadi dengan Gus Dur. Setiap orang pasti memiliki era dan tantangan tersendiri, Gus Dur besar karena situasi saat itu membutuhkan sosok seperti itu," kata Rofiq. (Ant/OL-7)
No comments:
Post a Comment